MAKALAH SKEMA PENGEMBANGAN PARIWISATA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sektor
pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan yang potensial
dan perioritas pengembangan bagi sejumlah negara, terlebih bagi negara
berkembang seperti Indonesia. Ada beberapa alasan yang mendasari sektor
pariwisata dijadikan sebagai sektor andalan dalam pembangunan nasional adalah
keinginan untuk meningkatkan kepariwisataan yang ada di Indonesia.
Indonesia memiliki potensial wilayah laut yang luas. Dengan
daya tarik wisata yang cukup besar, banyaknya keindahan alam, aneka warisan
sejarah budaya dan kehidupan masyarakat (etnik). Keinginan untuk meningkatkan
kepariwisataan Indonesia pada dasarnya disebabkan beberapa faktor diantaranya:
1) Makin berkurangnya minyak bumi sebagai penghasil devisa; 2) Prospek
pariwisata yang tetap memperlihatkan kecenderungan meningkat secara konsisten;
3) Besarnya potensi yang dimiliki bagi upaya pengembangan pariwisata di
Indonesia (Spillane, 1994).
Menghadapi era globalisasi telah terjadi persaingan merebut
devisa dari sektor nonmigas semakin ketat, tidak terlepas pada sektor
pariwisata yang menjadi andalan utarna. Beda dengan industri migas yang
berdasar pada bahan bakar fosil. Pariwisata tidak tergantung dari sumberdaya
yang makin berkurang justru sebaliknya.
Pariwsiata di Indonesia merupakan salah satu penunjang
perekonomian yang memiliki prospek yang cerah, tetapi hingga saat ini belum
memperlihatkan perannya yang sesuai dengan harapan dalam proses pembangunan di
Indonesia. Prospek pariwisata dimasa yang akan datang terutama bagi Indonesia
sangatlah menjanjikan bahkan sangat memberi peluang besar, terutama apabila
dilihat dari banyaknya angka wisatawan internasional (inbound tourism)
diperkirakan WTO (World Tourism Organization) mencapai 1,046 milyar orang
(2010) dan 1,602 milyar orang (2020). Agar pariwisata dapat berkembang, harus
berupaya meningkatkan lingkungan dan memelihara keseimbangan kondisi lingkungan
hidup beserta kelestariannya, seperti yang diamanatkan Undang-Undang No 4 tahun
1982 tentang: Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 Ayat 1,
yaitu: Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Dengan demikian pembangunan sektor pariwisata harus tetap
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata memiliki masalah
ekologi yang sebagian diantaranya tidak dapat pada tipe aktivitas ekonomi
lainnya. Sumberdaya lingkungan yang digunakan untuk pariwisata hams dikelola
sebaik-baiknya agar dapat menarik pengunjung karena keindahannya yang menonjol,
karena ada kemungkinan (probability) untuk berkreasi atau karena penting untuk
pendidikan.
Dalam ekologi pariwisata, perhatian sering tertuju pada
kemampuan suatu daerah untuk menerima kedatangan para wisatawan, sehingga
keinginan untuk mengembangkan sektor pariwisata, dan pada dasarnya suatu daerah
memiliki suatu kemampuan tertentu disebut daya dukung lingkungan (Muta’ali,
2013a). Kusumonagoro (1999 dan Muta'ali, 2013b), menjelaskan bahwa daya dukung
lingkungan pariwisata ditentukan dua faktor yaitu tujuan wisatawan dan faktor
biofisik lokasi pariwisata. Tujuan dari pariwisata itu sendiri adalah untuk
mendapatkan rekreasi, yaitu suatu keinginan untuk dapat menciptakan kembali
atau memulihkan kekuatan diri, baik fisik maupun spritual, maka banyak macam
kegiatanyang mungkin dapat dilakukan para wisatawan bergantung pada tujuannya
masing-masing.
Faktor biofisik dapat mempengaruhi kuat-tidaknya ekosistem akan
sangat mempengaruhi besar kecilnya daya dukung tempat wisata tersebut.
Ekosistem yang kuat mempengaruhi daya dukung yang tinggi, yaitu dapat menerima
jumlah wisatawan dalam jumlah besar. faktor biofisik yang mempengaruhi daya
dukung lingkungan bukan faktor alamiah saja, faktor buatan manusia juga sangat besar pengaruhnya seperti
sarana pariwisata yang ada di lokasi dengan tetap memperhatikan ekosistem
lingkungan dan wilayah (Mutha’ali, 2013b). Sarana pariwisata merupakan faktor
penentu daya dukung antara lain jalan dan tempat penginapan (akomodasi). Daya
dukungan lingkungan tidak hanya dilihat dan sarana pelayanan wisatawan saja
melainkan juga pada kemampuan lingkungan itu sendiri untuk mendukung sarana
yang ada.
Perkembangan
dan pertumbuhan sektor pariwisata perlu diantisipasi agar perkembangannya tetap
pada daya dukungnya. Penilaian tingkat perkembangan pariwisata suatu daerah
sangat penting guna menentukan prioritas dan strategi dalam pengembangannya,
agar pengembangan sektor parawisata sangat perlu ditangani secara serius.
Kepariwisataan yang dikelola secara profesional, hasilnya dapat memberikan
sumbangan pendapatan asli daerah (PAD) pada wilayah tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
Beradasarkan
uraian latar belakang tersebut diatas masalah dalam makalah nin dapat
dirumuskan sebaga beriukut
1. Apa
itu Pariwisata ?
2. Bagaiamanakah
strategi pengembangan pariwisata?
3. Bagaimanakah
tahap pengembangan pariwisata?
4. Apa
saja faktor pendukung pengembangan obyek wisata?
5. Apa
saja faktor penghambat pengembangan obyek wisata?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini ialah sebagai berikut
1. Menjelaskam
tentang pengertian pariwisata.
2. Menejelaskan
tentang strategi pengembangan pariwisata
3. Menjelaskan
tentang tahap pengembangan pariwisata
4. Menjelaskan
tentang faktor pendukung pengembangan obyek wisata
5. Menjelaskan
tentang faktor penghambat pengembagan obyek wisata.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pariwisata.
Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan
banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha (Ismayanti, 2010:1).
Industri pariwisata adalah kumpulan
usaha pariwisata yang saling terkait dalam menghasilkan barang/jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan pada penyelenggaraan pariwisata. Ismayanti
(2010:1921) usaha pariwisata atau sering juga disebut sebagai fasilitas wisata
atau sarana wisata (superstructure) meliputi antara lain:
1. Daya
tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata atau
sarana wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan manusia.
2. Kawasan pariwisata adalah usaha yang
kegiatannya membangun dan/atau mengola kawasan dengan luas tertentu untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata.
3. Jasa
transportasi wisata adalah usaha khusus yang meyediakan angkutan untuk
kebutuhan dan kegiatan pariwisata dan bukan angkutan transportasi reguler/umum.
4. Jasa perjalanan wisata adalah usaha biro
perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan
wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa
pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, ternasuk penyelenggaraan ibadah.
Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti
pemasanan tiket dan pemesanan akomodasi, serta pengurusan dokumen perjalanan.
5. Jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa
penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar
atau kedai minum.
6. Peyediaan
akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat
dilengkapi dengan pelayanan pariwisata
lain. Usaha penyediaan akomodasi dapat
berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan,
karavan, dan akomodasi lain yang digunakan untuk tujuan pariwisata.
7. Penyelenggaraan
kegiatan hiburan dan rekreasi merupakan usaha yang ruang lingkup kegiatannya
berupa usaha seni perttunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, dan kegiatan
hiburan serta rekreasi lain yang bertujuan untuk pariwisata.
8. Usaha
jasa impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik
yang berupa mendatangkan, mengirim maupun mengembalikan, serta menentukan
tempat, waktu dan jenis hiburan.
9. Penyelenggaraan
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameranadalah usaha yang
memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang, meyelenggarakan
perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasi, dan
meyelenggarakan pameran untuk menyebarluaskan informasi dan promosi suatu
barang dan jasa yang berskala nasional, regional dan internasional.
10. Jasa informasi pariwisata adalah usaha yang
menyediakan data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai
kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.
11. Jasa
konsultasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan rekomendasi
mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian dan
pemasaran di bidang kepariwisataan.
12. Jasa
pramuwisata adalah usaha yang menyediakan dan/atau mengordinasikan tenaga
pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan biro
perjalanan wisata.
13. Wisata
tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olaraga air, termasuk
penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara
komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau dan waduk.
14. Spa
adalah usaha jasa perawatan yang memberikan dengan metode kombinasi terapi air,
terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat dan olah
aktifitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga, yang tetap
memperhatikan tradisi dan budaya bangsa
Indonesia.
Dalam
mengembangkan dunia kepariwisataan diperlukan kerja sama antara masing-masing
pihak sebagai pemangku kepentingan dengan memperhatikan setiap fungsi maupun
perannya. Selain itu objek dan daya tarik wisata merupakan hal yang mendasar
dalam kepariwisataan.
2.2
Strategi Pengembangan Pariwisata
Perumusan strategi adalah
pengembangan rencana panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan
ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan organisasi. Perumusan
strategi meliputi menentukan misi organisasi, menentukan tujuan-tujuan yang
ingin dicapai, pengembangan strategi dan penetapan pedoman kebijakan (J. David
Hunger & Thomas L. Wheelen, 2003: 12). Strategi pengembangan kepariwisataan
bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang,
dan bertahap.
Langkah pokok dalam strategi
pengembangan kepariwisataan (Suwantoro, 2004:55):
1. Dalam
jangka pendek dititikberatkan pada optimasi, terutama untuk: Mempertajam dan
memantapkan citra kepariwisataan, Meningkatkan mutu tenaga kerja, Meningkatkan
mutu pengelolaan, Memanfaatkan produk yang ada, Memperbesar saham dari pasar
pariwisata yang telah ada
2. Dalam
jangka menengah dititik-beratkan pada konsolidasi, terutama dalam: Memantapkan
cara kepariwisataan Indonesia, Mengkonsollidasikan kemampuan pengelolaan,
Mengembangkan dan diversifikasi produk, Mengembangkan jumlah dan mutu tenaga
kerja
3. Dalam
jangka panjang dititik-beratkan pada pengembangan dan penyebaran dalam:
Pengembangan kemampuan pengelolaan, Pengembangan dan penyebaran produk dan
pelayanan, Pengembangan pasar pariwisata baru, Pengembangan mutu dan jumlah
tenaga kerja.
2.3
Tahap Pengembangan Pariwisata.
Pada umumnya pengembangan pariwisata
selalu mengikuti siklus hidup pariwisata sehingga dapat menentukan posisi
pariwisata yang akan dikembangkan. Cooper and Jakson (1997:121), tahapan
tersebut terdiri dari:
1. Tahap
Eksplorasi (exploratio) yang berkaitan dengan discovery yaitu suatu tempat
sebagai poensi wisata baru ditemukan oleh wisatawan, pelaku pariwisata, maupun
pemerintah. Biasanya jumlah kunjungan sedikit, wisatawan tertarik pada daerah
yang belum tercemar dan sepi, lokasi sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah
kecil wisatawan yang justru menjadi berminat karena belum ramai dikunjungi.
2. Tahap
Keterlibatan (involvement) yang diikuti oleh kontrol lokal, di mana biasanya
oleh masyarakat lokal. Pada tahap ini terdapat inisiatif dari masyarakat lokal,
obyek wisata mulai dipromosikan oleh wisatawan, jumlah wisatawan meningkat, dan
infrastruktur mulai dibangun.
3. Tahap
Pengembangan (development) dengan adanya kontrol lokal menunjukan adanya
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan secara drastis. Pengawasan oleh lembaga
lokal agak sulit membuahkan hasil, masuknya industri wisata dari luar dan
kepopuleran kawasan wisata menyebabkan kerusakan lingkungan alam dan social
budaya sehingga diperlukan adanya campur tangan kontrol penguasa lokal maupun
nasional.
4. Tahap
Konsolidasi (consolidation) ini ditunjukan oleh penurunan tingkat pertumbuhan
kunjungan
wisatawan. Kawasan wisata dipenuhi oleh berbagai industri pariwisata berupa
hiburan dan berbagai macam atraksi wisata.
5. Tahap
Kestabilan (stagnation) jumlah wisatawan tertinggi telah dicapai dan kawasan
ini
mulai ditinggalkan karena tidak mode lagi, kunjungan ulang dan para pebisnis
memanfaatkan fasilitas yang ada. Pada tahapan ini terdapat upaya untuk menjaga
jumlah wisatawan secara intensif dilakukan oleh industri pariwisata dan kawasan
ini kemungkinan besar mengalami masalah besar yang terkait lingkungan alam
maupun sosial budaya.
6. Tahap
Penurunan Kualitas (decline)
Hampir
semua wisatawan telah mengalihkan kunjungannya ke daerah tujuan wisata lain.
Kawasan ini telah menjadi obyek wisata kecil yang dikunjungi sehari atau akhir
pekan. Beberapa fasilitas pariwisata telah diubah bentuk dan fungsinya menjadi
tujuan
lain.
Dengan demikian pada tahap ini diperlukan upaya pemerintah untuk meremajakan
kembali.
7. Tahap
Peremajaan Kembali (rejuvenate) di mana dalam tahap ini perlu dilakukan
pertimbangan mengubah pemanfaatan kawasan pariwisata menjadi pasar baru,
membuat saluran pemasaran baru, dan
mereposisi atraksi wisata kebentuk lain. Oleh sebab itu diperlukan modal baru
atau kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta.
Dari
setiap tahap pengembangan pariwisata, perlu mempertimbangkan factor - faktor
yang dapat mendukung maupun menghambat proses pengembangan pariwisata sehingga
dengan mudah menetapkan program pengembangan disuatu daerah maupun negara yang
potensial dikembangkan.
2.4
Faktor Pendukung Pengembangan Obyek Wisata
Modal kepariwisataan itu mengandung
potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedangkan atraksi wisata itu
harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi
kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh
wisatawan. Menurut Soekadijo dalam Pradikta (2013:20) ada tiga modal atraksi
yang dapat menarik kedatangan wisatawan diantaranya ;
1.
Modal dan Potensi Alam
Alam
merupakan salah satu faktor pendukung seorang melakukan perjalanan wisata
karena ada orang berwisata hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan
alam, serta ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.
2.
Modal dan Potensi Kebudayaannnya
Yang
dimaksud potensi kebudayaan disini
merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti
kesenian atau kehidupan kerajinan dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan
segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga
diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan waktu
di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik.
3.
Modal dan Potensi Manusia
Manusia
dapat dijadikan atraksi wisata yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat
maupun kehidupannya namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut
direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.
Agar
dapat mengidentifikasi faktor pendukung dengan jelas maka akan dijabarkan
kedalam dua elemen yaitu: kekuatan dan peluang (Pearce 2008 :178), kekuatan
merupakan sumber daya atau kapabilitas yang dikendalikan oleh atau tersedia
bagi suatu perusahaan yang membuat perusahaan relatif lebih unggul dibandingkan
pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang dilayaninya.
Dalam
pengembangan suatu obyek wisata tidak terlepas dari kondisi maupun pihak yang
dapat menghambat keberlangsungan pengembangan pariwisata yang ada disuatu
daerah maupun negara.
2.5
Faktor Penghambat Pengembangan Obyek Wisata
Faktor penghambat adalah hal atau
kondisi yang dapat menghambat atau menggagalkan suatu kegiatan, usaha atau
produksi, Kamus Besar Bahasa IndonesiaOffline (2010). Heri (2011), pengembangan
obyek wisata pasti tidak terlepas dari faktor-faktor penghambat seperti berikut
ini:
1.
Kurangnya peran serta masyarakat dalam sektor pariwisata;
2.
Kurangnya prioritas pembangunan pemerintah kabupaten terhadap sektor
pariwisata;
3.
Kurangnya kuantitas dan spesialisasi sumber daya manusia pada Dinas terkait;
4.
Kurangnya kerja sama dengan investor;
5.
Belum terdapat sistem promosi yang menarik;
6.
Keterbatasan sarana dan prasarana kerja pada dinas terkait dan objek wisata;
7.
Keterbatasan dan kurangnya perawatan fasilitas penunjang objek wisata.
Agar
dapat mengidentifikasi faktor penghambat dengan jelas maka dapat dijabarkan kedalam dua elemen yaitu:
kelemahan dan ancaman (Pearce, 2008 :178) kelemahan adalah keterbatasan atau
kekurangan dalam satu atau lebih sumber daya atau kapabilitas suatu perusahaan
relatif terhadap pesaingnya, yang menjadi hambatan dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan secara efektif. Ancaman adalah situasi utama yang tidak menguntungkan
dalam lingkungan suatu perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas maka dapat dismulkan bahwa
a. Pariwisata
adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan
berbagai bidang usaha.
b. Strategi
pengembangan kepariwisataan bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan
yang berkualitas, seimbang, dan bertahap.
c. Faktor
pendukung pariwisata terdiri dari : modal dan potensi alam, modal dan potensi
kebudayaannnya,dan modal dan potensi manusia.
d. Faktor
penghambat pengembangan obyek wisata yaitu : Kurangnya peran serta masyarakat
dalam sektor pariwisata, kurangnya prioritas pembangunan pemerintah kabupaten
terhadap sektor pariwisata, kurangnya kuantitas dan spesialisasi sumber daya
manusia pada dinas terkait, kurangnya kerja sama dengan investor, belum
terdapat sistem promosi yang menarik, keterbatasan sarana dan prasarana kerja
pada dinas terkait dan objek wisata,dan keterbatasan sarana dan prasarana kerja
pada dinas terkait dan objek wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka
Cipta
Cooper, Chris and Stephen Jackson. 1997. Destination Life Cycle: The Isle Of
Man Case Study. In:Lesley France The Earthscan Reader In Sustainable Tourism.
Uk: Earthscan Publication Limited
Heri,
Larasati. 2011. Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pati.. Jurnal
Universitas Diponegoro
Hunger,
J David dan Thomas L Wheelen. 2001. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi
Ofset Ismayanti. 2010. Pengantar
Pariwisata. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia
Kuncoro,
Mudrajad. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta:
Erlangga
Muljadi,
A & Warman Andri. 2014. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo
Persada
Nurhadi,C.D. Febriyanti, dkk. 2013. Strategi Pengembangan Pariwisata Oleh
Pemerintah Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah. Malang: Jurnal Administrasi
Publik (JAP). Fakultas Ilmu Administrasi.-Universitas Brawijaya
Pearch,
Robinson. 2008. Manajamen strategis (formulasi, implementasi, dan
pengendalian). Jakarta: Salemba Empat
Pitana,
I Gde & Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.Yogyakarta:
Andi
Pradikta,
Angga. 2013. Strategi Pengembangan Objek Wisata Waduk Gunungrowo Indah Dalam Upaya Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pati: Jurnal Universitas Negeri Semarang
Rangkuti,
Freddy. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Saputra,
Arif. Dwi. 2012. Strategi Pengembangan Taman Kuliner Condong Depok Sleman Dalam Meningkatkan Jumlah
Kunjungan. Jurnal Sekolah Tinggi Pariwisata
AMPTA
Sugiyono.
2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta Suryadana, M Liga
& Octavia Vanny. 2015. Pengantar Pemasaran Pariwisata. Bandung : Alfabeta
CV
Suwantoro,
Gamal. 1997. Dasar Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Utama,
Gusti dan Mahadewi Eka. 2012. Metodologi penelitian pariwisata dan perhotelan.
Yogyakarta. CV ANDI
Yoeti,
A Oka. 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta. PT Pradnya paramita 2008.
Perencanaan dan pengembangan pariwisata.Jakarta PT. Pradnya Paramita.
Komentar
Posting Komentar